1.
Rosulullah
Saw bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia
akan memberikan kepahaman agama kepadanya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
2.
Rosulullah Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan
menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan.” (HR. Ibnu
Majah dan lainnya)
Mencari
ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, pria maupun wanita. Kewajibannya tidak
terbatas pada masa remaja, tetapi sampai tua pun kewajiban mencari ilmu tidak
pernah berhenti.
Dalam
kitab “Ta’limul Muta’allim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih
dahulu adalah “ilmu Haal” yaitu ilmu yang seketika itu pasti
digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu
Tauhid dan ilmu Fiqih. Di dalam ilmu Tauhid yang harus dipelajari dahulu
mengenal ke-Esaan Allah serta sifat-sifat-Nya yang wajib dan muhal, kepercayaan
kepada malaikat, kitab-kitab Allah, para Rosul, hari kiamat dan takdir dan
buruk adalah dari Allah. Kemudian di dalam ilmu Fiqih yang harus dipelajari
berkisar tentang Ubudiyyah dan Muamalah.
Apabila
dua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainnya, misalnya
ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia.
Kadang-kadang
orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum
daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan
kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan
bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum yang beraneka
ragam macamnya.
3.
Rosulullah Saw bersabda, “Terhadap orang yang mencari ilmu,
malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuknya karena rela terhadap apa yang
dicari.” (HR. Ibnu Asakir)
4.
Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang
ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada
jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian.” (HR.
Thabrani)
Mencari
ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji. Khususnya ilmu agama Islam. Sebab,
dengan menekuni ilmu-ilmu agama, berarti dia telah merintis jalan untuk mencari
ridho Allah. Dengan ilmu itu ia dapat menghindari larangan-larangan Allah dan
menjalankan perintah-Nya. Karena
itulah para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu.
Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya
terpaut satu derajat dengan para nabi.
5.
Rosulullah
Saw bersabda, “Dunia itu dilaknat, dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya
kecuali zikir (ingat) kepada Allah beserta apa-apa yang mengikutinya, orang
‘alim dan orang yang belajar.” (HR. Turmudzi)
6.
Rosulullah Saw bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah orang
Islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain.” (HR.
Ibnu Majah)
Dunia
beserta isinya dilaknat oleh Allah kecuali zikir kepada-Nya dan amalan-amalan
yang bisa membuat orang ingat kepada-Nya, orang yang berilmu dan orang yang
menuntut ilmu. Lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu
diajarkan kepada orang lain. Inilah
sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Mengapa demikian ?
Karena mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menanam amal yang muta’addi (dapat
berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu
sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain
7.
Rosulullah
Saw bersabda, “Ilmu itu lebih utama dari pada ibadah, sedang sebaik- baik agama
adalah sifat waro’. ” (HR. Thabrani)
Waro’
ialah menjauhkan diri dari dosa, barang syubhat dan maksiat. Sedang barang
syubhat ialah barang yang masih diragukan halal dan haramnya. Hanya orang-orang
yang berilmulah kiranya yang dapat menjalankan ibadah dengan baik dan sempurna
serta berlaku waro’ dalam segala perilakunya.
8.
Abi
Umamah berkata, “Ditunjukkan kepada Rosulullah Saw dua orang laki-laki, salah
satu dari keduanya ahli ibadah sedang yang lain orang ‘alim.” Maka Rosulullah
Saw bersabda, “Keutamaan orang ‘alim dibanding dengan orang ahli ibadah seperti
keutamaanku terhadap orang yang paling rendah dari kalian.” Rosulullah
melanjutkan, “Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi
hingga semut yang ada di liangnya sampai kepada jenis ikan, semuanya mendo’akan
orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Thurmuzdi)
Yang
dimaksud orang ‘alim, adalah orang ‘alim yang mau mengamalkan ilmunya, sedang
orang yang ahli ibadah, adalah orang yang tekun beribadah tetapi bodoh, jadi
orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya itu lebih utama dari pada orang bodoh yang
ahli ibadah.
9.
Rosulullah Saw bersabda, “Allah tidaklah disembah dengan sesuatu
yang lebih utama dari pada kepahaman agama. Dan sungguh satu orang yang paham
dalam agama itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang ahli ibadah. Dan
setiap sesuatu itu ada tiangnya, sedang tiangnya agama ini adalah fiqih (paham).”
(HR. Daruquthni)
Diceritakan bahwa pada
suatu hari Rosulullah Saw datang ke masjid. Di muka pintu masjid itu beliau
melihat setan yang ragu ragu akan masuk. Lalu
beliau menegurnya, “Hai setan, apa yang sedang kamu kerjakan di sini ?” Maka
setan menjawab, “Saya akan masuk masjid untuk menggaggu orang yang sedang
sholat. Tetapi aku takut kepada orang lelaki yang sedang tidur.” Segera baliau
menjawab, “Hai Iblis, mengapa kamu tidak takut kepada orang yang sedang sholat
menghadap Tuhannya, tetapi justru takut kepada orang yang sedang tidur ?.”
Setan menjawab, “Betul, sebab orang yang sedang sholat itu bodoh sehingga
mengganggunya lebih mudah. Sebaliknya orang yang sedang tidur itu adalah orang
‘alim, hingga saya kuatir seandainya saya ganggu orang yang sedang sholat itu,
maka orang ‘alim itu terbangun dan segera membetulkan sholatnya.” Sebab
peristiwa itu maka Rosulullah Saw bersabda, “Tidurnya orang ‘alim lebih
baik dari pada ibadahnya orang bodoh.” Demikian disebutkan dalam kitab
“Minhajul Muta’allimin”.
10.
Rosulullah Saw bersabda, “Apabila kamu lewat pada kebun surga,
maka bersenang-senanglah kalian.” Sahabat bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah
kebun surga itu ?” Beliau menjawab, “yaitu tempat-tempat ilmu.”(HR.
Thabrani)
Setiap
majlis yang di situ merupakan tempat untuk membahas, menekuni, dan
memperkembangkan ilmu, khususnya ilmu agama, maka majlis itu bagaikan kebun
surga yang penuh kenikmatan. Setiap kalimat yang didengar nilainya sama dengan
satu kebajikan. Berapa kebajikan yang diperoleh selama dalam majlis itu,
tinggal menghitung berapa kalimat yang telah didengar. Dan setiap kebajikan itu
kelak pasti dibalas dengan kenikmatan di surga.
Narasumber:
Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar