Bahwa hak beragama
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Inilah yang disebut sebagai freedom to be. Di dalam hal ini, negara tidak boleh
mencampuri urusan freedom to be dimaksud. Misalnya orang Islam harus menyebut
Muhammad saw sebagai rasulullah. Shalat wajib harus lima kali sehari dengan
urutan dan waktu yang sudah ditentukan.
Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk utk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. di dalam hal ini, maka
pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran
agama & ibadat pemeluk-pemeluknya. Pemerintah mempunyai tugas untuk
memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dlm melaksanakan ajaran
agamanya dapat berlangsung dgn rukun, lancar, dan tertib;
Arah kebijakan
Pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan
kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan
kerukunan intern dan antar umat beragama. Agama memang selalu menjadi topik
menarik dalam setiap even membahas relevansinya bagi kehidupan masyarakat,
pemerintah dan negara. Tidak terkecuali adalah ketika agama dipertanyakan
kembali relevansinya bagi pembangunan nasional. Agama memang menjadi pattern
for behavior di dalam kehidupan manusia dan juga masyarakat.
Sebagai pedoman di
dalam kehidupan manusia, agama sering menjadi sasaran ketika tafsir agama
dimaksud menyebabkan terjadinya permasalahan di dalam masyarakat tersebut.
Tidak terkecuali di dalam acara National Summit yang dilaksanakan selama dua
hari, Kamis –Jum’at, 29-30 Oktober 2009. Di dalam National Summit ini juga
banyak yang mempertanyakan bagaimana agama dapat dijadikan sebagai spirit dalam
membangun masyarakat Indonesia.
Ada tiga fokus
pembicaraan tentang relasi agama dan masyarakat, yaitu agama dalam relasinya
dengan kerukunan umat, agama dalam relevansinya dengan peningkatan kehidupan
umat dan agama dalam relevansinya dengan tantangan pembangunan secara
menyeluruh atau menjadikan agama sebagai spirit pembangunan. Tentu yang
saya tulis ini bisa saja tidak sama dengan rekomendasi sidang Komisi VI yang membincang
tentang “agama dan Pembangunan Nasional”. Tetapi yang jelas bahwa perbincangan
dari para diskusan dapatlah diresume dalam tiga fokus pembicaraan tersebut.
Tulisan ini baru membincangkan tentang relasi antara agama dengan tantangan
pembangunan keberagamaan ke depan.
Kerukunan umat
beragama merupakan pilar kerukunan bangsa dan negara. Kerukunan umat beragama
adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi,
saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan
ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemeliharaan kerukunan
umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan
Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.
Rukun, bahwa maknanya
rang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan kerukunan dalam
kehidupannya. Harmoni, artinya orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu
mengedepankan keseimbangan antara mikro kosmos dan makro kosmos. Kemudian
Selamet, yang berarti bahwa orang Indonesia (khususnya orang Jawa) sangat
menjaga keselamatan baik dengan sesama manusia, alam dan Tuhan
Dengan demikian, yang sesungguhnya diharapkan adalah bagaimana mengembangkan
sikap dan tindakan yang mengedepankan kerukunan antar suku, etnis dan
agama secara sungguh-sungguh. Jadi yang diharapkan bukan pluralisme atau
multikulturalisme butik, di mana kerukunan dan keharmonisan hanyalah di luarnya
saja. Hal itu hanya dilakukan dengan duduk bersama, makan bersama dan berbicara
bersama, akan tetapi tidak menjelma ke dalam membangun program kerja bersama.
Jadi, ke depan yang
perlu dikembangkan adalah bagaimana membangun tidak sekedar co eksistensi
tetapi pro eksistensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar